Selasa, 27 Mei 2014

SELAMATKAN BURUH DARI PENJARA PENGUASA

Oleh: “ALIANSI PEDULI BURUH”

            Assalamu`alaikum Wr.Wb   
“Selamatkan” mengapa demikian? Tentu saja kondisi para buruh negeri ini tidak dalam kondisi yang baik.  Kondisi yang baik bisa memproduksi berbagai makna, namun memaknai atau sekedar merenungkan nasib para Buruh belum terjamah oleh daya pikir para penguasa negeri ini. Ketimpangan bahkan tidak jarang kekerasan fisik maupun nonfisik yang dialami para buruh yang mungkin telah mengakar dinegeri ini, yang kemudian sungguh ironis hal demikian tidak mendapat perhatian khusus dari para penguasa elit. Kami lebih senang menyebut Para penguasa. Mengapa harus penguasa? Tentu saja ada yang dikuasai, sehingganya langgeng sudah perbudakan. Kalaupun para petinggi negeri dipandang sebagai pemimpin, tentu yang dipimpin senantiasa dilindungi hak dan wibawanya oleh pemimpin.  Tapi hal seperti itu tidak menjadi prioritas utama dalam gerak para penguasa elit, lebih dari pada itu beberapa kebijakan yang diambil malah tidak pro terhadap kesejahteraan buruh. Ambil saja beberapa contoh: UU No 13 Tahun 2003 justru memberatkan sang buruh untuk membela hak-haknya, kemudian masalah-masalah seperti upah, outsourcing ”perjanjian pemborongan pekerjaan“, status kerja, pesangon, malah sering mendapat intervensi dari kaum kapitalis. Lebih dari penyederhanaan itu, hal seperti diatas relatif senada dengan imprealisme yang berkelanjutan. Sehinggannya pengusaha memandang pekerja bukan sebagai manusia, malah mengerucut sebagai mesin yang siap kerja. Maka bukan saja ketidakadilan yang dihadapi para buruh, bahkan krisis kemanusiaan secara kasat mata menjadi santapan setiap hari oleh rakyat.
            Perlu kiranya para elit berdasi menyikapi hal ini dengan menghapuskan sistem yang melegitimasi perbudakan atas para pekerja. Misalnya, upah buruh yang minim berbanding lurus dengan mahalnya kebutuhan bahan pokok setiap hari, tentu hal demikian bukan penalaran yang benar. Jika berupaya meneropong rekam jejak para buruh yang kontras dengan  ketidaksejateraan dan penindasan, maka kesimpulannya tentu akan mengerucut pada kegagalan negara dalam membentengi rakyatnya. Sekali lagi, lompatan prestisius nyaris mustahil dicapai apabila warga elit berdasi masih sibuk dengan urusan-urusan klasik, seperti: Mengedepankan Partai Politiknya dibanding rakyat, konflik kesukuan, menggeloranya agenda-agenda neoliberalisme, dsb. Oleh sebab itu maka dipandang perlu mengungkapkan tuntutan hasil inisiasi dari ALIANSI PEDULI BURUH yaitu:
1.      Tolak Revisi UU Ketenagakerjaan
2.      Naikan Upah Buruh Minimal Sebesar 30%
3.      Tingkatkan Pengawasan Pemerintah Terhadap Buruh
4.      Perhatikan Nasib TKI dan TKW
5.      Publikasikan Upah Buruh di Gorontalo

Tentu saja hal diatas tidak mewakili keinginan para buruh secara holistik, namun sebagian besar telah menjadi rujukan yang patut diperhatikan. Mengingat carut marutnya negara, tentu karakter pragmatik serta apatis bukan solusi yang tepat. Tapi Revolusi kebudayaanlah yang patut dijadikan rujukan, sehingganya paradigma yang tadinya stagnan bisa berevolusi  menjadi pribadi yang kreaktif, sekaligus merujuk pada cita-cita ibu pertiwi yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang merdeka berdaulat adil dan makmur”. Akhir kata, tulisan ini bukanlah sebuah jawaban, namun tulisan ini lebih menyerupai pertanyaan besar untuk para warga elit berdasi. Jazakumullah khairan katsiran.

Billahit tawfiq wal hidayah
Wassalamu`alaikum Wr.Wb

 01/05/2014

KEMERDEKAAN MASIH DIKEBIRI

Oleh: Al Dhy Mokoginta

Sejak kebangkitan tahun 1908, awal gerakan restorasi pemuda Indonesia menyulut api semangat dan cita-cita mulia yaitu memperbaiki bangsa yang dipecundangi selama ratusan tahun oleh kolonialis serta imprealisme menuju bangsa yang bermartabat, berdaulat, adil dan merdeka. Tentunya untuk memantik semangat kaum yang sedang terjajah bukan perkara yang enteng, mulai dari menyebarkan dan melaksanakan ideologi serta strategi revolusioner guna mengulingkan rezim yang berkuasa. Alhamdulilah, dalam posisi yang terdesak rakyat dan para pemuda Indonesia khususnya bangkit dengan tujuan yang umumnya sama yaitu berijitihad melepaskan diri daripada perbudakan ditanah sendiri. Wacana revolusioner pun terus menerus bergelinding dimana-mana, sehingganya kemerdekaan pun meletup dalam skala yang kecil secara gradual diberbagai daerah nusantara.
Rekam jejak kebangkitan nasional boleh jadi menampung sketsa perjuangan para pejuang khususnya para pemuda negeri yang memberontak terhadap imprealis dan kolonialis dimasa itu. Boleh jadi sampai saat ini perjuangan masih berlanjut, mengingat makna UUD yang hanya “mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Setelah perjuangan yang begitu panjang diperjuangan demi satu kata “merdeka” Apakah masih relevan kita bertanya tentang sudah makmurkah rakyat saat ini? Tentu “kemakmuran” masih sangat jauh dari harapan rakyat masa kini yang “mau tak mau” harus mawarisi hutang luar negeri yang makin menggunung serta non integritas yang merong-rong para elit berdasi. Alhasil kenyamanan bernegara dinegeri sendiri kian tidak terasa. Padahal Negara dibayar  guna melindungi 3 hal penting yaitu: 1. Nyawa Rakyat, 2. Martabat Rakyat, 3. Harta benda rakyat. Namun, apakah ketiga poin diatas sudah diselesaikan pemerintah selama sepuluh tahun terakhir? Atau setidaknya salah satunya sudah mampu di tuntaskan oleh rezim yang berkuasa? jawabannya Cuma satu “Tidak sama sekali”. Dengan begitu banyaknya nyawa rakyat yang hilang akibat kekerasan tak berdasar yang dilakukan aparat negara, seperti misalnya: masih rutinnya kegiatan pemukulan terhadap mahasiswa yang hampir dipastikan memakan korban, kemudian pemukulan terhadap warga pelosok negeri akibat mempertahankan lahannya guna tidak diperkosa oleh industri asing dll, hingga merambat pada terkoyaknya martabat rakyatnya dan sekaligus merepresentasikan neokolonialisme.
            Beberapa bahasan diawal tulisan ini sempat saya kemukakan tentang hutang luar negeri yang kian menggunung akibat tidak ada kesungguhan dari kalangan pemerintah elit berdasi. Saya kira Perlu ditelisik lebih jauh bahwa polarisasi nilai tukar antara Rupiah dan Dollar saja semakin memperlihatkan angka yang signifikan yaitu Rp 11.506 per dolar AS. Mengingat diawal tahun Bank Indonesia (BI) mencatat total utang luar negeri Indonesia per Januari 2014 mencapai USD269,27 miliar atau Rp3.042,751 triliun jika mengacu kurs Rupiah sebesar Rp11.300 per USD. Besaran utang tersebut naik sekira USD5,21 miliar atau 1,97 persen dari jumlah utang bulan sebelumnya yang tercatat berada pada USD264,06 miliar. Dikutip dari situs BI, Rabu (19/3/2014), utang luar negeri Indonesia terbesar masih berasal dari sektor swasta yang mencapai USD141,35 miliar, yang terdiri dari utang pihak perbankan sebesar USD23,96 miliar dan nonbank mencapai USD117,39 miliar. Tak hanya itu, Indonesia yang memiliki lebih dari 140 BUMN sebagai lokomotif utama ekonominya, tetapi sebagian besar BUMN belum memiliki peran strategis bagi perekonomian negara. Bahkan BUMN yang harusnya mendongkrak apabila terjadi kesenjangan disektor pasar global, dapat kata belum ada hasil yang memparlihatkan masifnya BUMN, sehingganya muncul pertanyaan, Apakah BUMN masih dikelola negara atau tidak? Kalau tidak dikelola oleh negara, lantas sikap apa yang diambil oleh bapak bangsa guna memparjuangkan harta negara? Apakah sepuluh tahun terakhir sudah bisa mengembalikan harta orang papua yang dirampok pihak asing? Jawabannya tentu “BULUM SAMA SEKALI”. Mengingat Pasal 33 Ayat 2 dan 3 bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” serta “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”, bahkan masih belum menemukan titik pijakan yang jelas. Lebih dari pada penyederhanaan diatas, realisasi UUD Kesejahteraan Sosial pasal 34 tentang “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”, masih menjadi mimpi belaka bagi rakyat.
Akhirnya, seiring bertambahnya umur bangsa Indonesia bukan berarti menambah kedewasaan serta mentalitas bernegara. Malah realitas yang kasat mata telah menjadi penjelas yang mendasar kenapa carut-marutnya negeri pantas memupuk pesimisme yang makin menggurita dikalangan kaum terkalahkan (fakir miskin). Sehingganya butuh restorasi yang sifatnya segera guna menanggulangi kehancuran masyarakat-westruckness, demikian meminjam term Ali Syari’ati.
Dengan sekian banyak polemik yang melilit negeri, kiranya butuh jawaban yang tepat guna memperbaiki wajah bangsa Indonesia, dan itu tentu bukan dengan melakukan tindakan kontraproduktif yang malah akan menjerumuskan bangsa dalam jurang kehancuran seperti contoh: Pendirian OPM, GAM, serta Khilafah yang netto akan mengerucut pada bubarnya negara Indonesia. Tentunya hal itu bukan bukan tujuan pendirian awal Indonesia. Tiba saatnya kaum muda merajut kembali keindahan bernegara, dan hal itu dimulai dengan bertanya: Apakah kita sebagai rakyat Indonesia masih pantas bersikap apatis? Akankah kita hanya menjadi penonton ketika kemanusiaan menjadi barang langka? Apabila hutan sudah habis dirampok, laut sudah habis dijarah, isi bumi sudah kering karena eksploitasi tanpa henti, baru bisa pemuda Indonesia mengadakan perlawanan? Tentu hal itu menjadi pertanyaan besar untuk dijawab pemuda Indonesia secara holistik (utuh).
Demikian tulisan ini bukan sebagai jawaban, namun lebih menyerupai pertanyaan besar bagi rakyat dan pemuda Indonesia khususnya, sebelum ia menjawab tantangan zaman dimasanya. Jazakumullah khairan katsiran.
Billahit tawfiq wal hidayah
Wassalamu`alaikum Wr.Wb


                                                                  Gorontalo, 08 Mei 2014

Perjanjian KMB (Konferensi Meja Bundar) 27 Desember 1949 di Den Haag

Oleh: Al Dhy Mokoginta

Perjanjian KMB 27 Desember 1949:
Pengakuan kedaulatan RI dengan syarat Pemerintah Indonesia harus bersedia:
1). Mempertahankan keberadaan perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia.
2). Mematuhi ketentuan-ketentuan ekonomi dan keuangan yang ditetapkan IMF.
3). Menerima warisan dan melunasi hutang Pemerintah Hindia Belanda 4,3 miliar gulden.

Pertanyaannya:
a) Sejak kapan  bangsa Indonesia berhutang 4,3 Miliar gulden terhadap Belanda ..???
b) Kenapa tanah leluhur Indonesia harus diduduki oleh perusahaan-perusahaan asing???
c) Apakah pemikir ekonomi sekaliber Bung Hatta tidak bisa menjadi rujukan, sehingganya bangsa Indonesia harus digurui IMF???

Tahun 1951 tingkat kesejahteraan masyarakat timpang dan merosot. Pada tahun 1930 tingkat pendapatan 30 gulden/kapita, pada tahun 1951 menjadi 28,3 gulden/kapita. Kemudian Belanda mempersulit berdirinya Bank sentral. Sedangkan upaya penerbitan uang Rep Indonesia dicagal oleh uang NICA dan Gulden Hindia Belanda. Lalu beredar pula uang Federal sebagai strategi Belanda membentuk gabungan negara-negara dari provinsi-provinsi di wilayah Indonesia.
Maka De Javanche Bank (Cikal bakal Bank Indonesia) diambil alih melalui UU. Tetapi dominasi perusahan asing tetap berjalan. Perekonomian tetap dikendalikan oleh perusahan-perusahan Belanda yang menguasai pertanian dan pertambangan serta perkapalan.
Sejarah ini "mau tak mau" harus diihlami oleh anak negeri hingga sampai saat ini, meskipun terjadi beberapa kali perubahan dalam UU namun secara de facto hutang luar negeri malah makin membengkak. Ternyata rapuhnya perjuangan berdarah-darah rakyat Indonesia, harus rontok akibat perjanjian yang tidak arif. Dengan cara demikian diatas maka kolonialisme terus dijalankan oleh pihak asing tanpa menggunakan pendekatan militer.

Pertanyaan terakhir: Apakah perjanjian itu adalah jurus ampuh untuk memerdekakan negara?

Sumber: Paper Ichsanuddin Noorsy (Pakar Ekonomi)

INDONESIA DALAM TRANSISI TAHUN 1965-1967

Oleh: Al Dhy Mokoginta

23 Agustus 1965 terbit UU 16/65 tentang Pencabutan UU 78/58 tentang PMA. (oleh Soekarno mencabut UU penanaman modal)
Januari 1966 terbit UU 1/66 Penarikan diri dari Keanggotaan IMF dan Bank Dunia (Oleh Soekarno).
UU No. 7/66 tentang Penyelesaian Utang Piutang Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda.

Ironisnya hanya dalam hitungan 5 minggu sejak pencabutan dan penetapan UU yang baru oleh Soekarno tepatnya 31 September Soekarno dilengserkan.
Jadi, latar belakang Soekarno dilengserkan adalah yang pertama Soekarno membatalkan Konferensi Meja Bundar, yang kedua, menasionalisasi Perusahaan-perusahaan asing dan dijadikan milik negara Indonesia sepenuhnya, yang ketiga, mencabut UU penanaman modal asing.
Kesimpulannya Soekarno melawan 3 hal penting yaitu:
(1) Soekarno melawan investasi asing
(2) Soekarno mengambil perusahaan milik asing.
(3) Soekarno menolak membayar hutang.

Setelah Soekarno dijatuhkan bersamaan ditetapkannya SUPERSEMAR (surat perintah sebelas maret), maka muncul secara gradual UU yang memicu CLBK -> "cinta lama bersemi kembali" antara Bank Dunia serta IMF dan Pemerintah Indonesia (yang dinahkodai oleh politikus elit anti Soekarno).
Berikut UU-nya:
UU No. 8/66 tentang Pendaftaran Indonesia sebagai Anggota ADB.
UU No. 9/66 tentang Pendaftaran Kembali Indonesia sebagai Anggota IMF dan Bank Dunia.
UU No. 1/66 tentang PMA.
RUU dirancang oleh (tokoh Indonesia yang ditetapkan sebagai Pahlawan) "Penggagas Kapitalisme Pancasila" dengan dukungan penuh United States Agency for International Development (USAID).
Diminta oleh Forbes Wilson dalam rangka Freeport berinvestasi di Grasberg dengan syarat:
a) Investasi dilindungi (Oleh Negara Indonesia).
b) Menikmati iklim investasi
c) Tanpa bagi hasil kecuali royalti

Syarat ini diterima oleh Presiden AS Lyndon Johnson dan didukung CIA.
(Bradley R Simpson, 2008: 232)

Sumber: Naskah milik Ichsanuddin Noorsy, judul: Nasionalisasi vs Kebebasan Investasi.

NEO-LIBERALISME vs EKONOMI KONSTITUSI

 Oleh: Al Dhy Mokoginta

Mekanisme pasar adalah sebuah representasi daripada Neo-Liberalisme, Neo-Liberalisme sendiri kaya akan 4 hal yaitu:
1) Mekanisme Pasar yang bekerja, point dari mekanisme pasar dimana yang pertama, negara tidak bisa mengintervensi pasar, walaupun krisis didepan mata. yang kedua, dengan diserahkan sepenuhnya kepada pasar maka pasarpun tidak ada hubungan lagi dengan hajat hidup orang banyak. yang ketiga tidak ada urusan dengan barang-barang publik dan jasa publik.
2) Kepemilikan privat.
3) Kekuatan Korporasi, yang sesungguhnya korporasi bisa menjadi pesaing pemerintah sekaligus menjadi nepotismenya pemerintah atau kolusinya pemerintah. Dan biasanya korporasi menjadi sosok yang paling lemah dalam meminta perlindungan pemerintah seperti contoh krisis 2008. DAN TAK SATUPUN KORPORASI DIDUNIA MANAPUN YANG TIDAK MEMINTA PERLINDUNGAN PEMERINTAH.
4) Keuntungan segala-galannya/Profit adalah Tuhan.

Sedangkan Ekonomi Konstitusi tidak demikian, ekonomi konstitusi mengandalkan basis perekonomian didasarkan pada harkat martabat bangsa sehingganya parameter kesejahteraan tidak diambil dari perspektif kuantifikasi tapi perspektif kualitatif.
Kalau perspektif kualitatif tentu tolak ukur bangsa lain tidak bisa diterapkan pada bangsa kita (Indonesia).
Yang kemudian bertentangan dengan UUD berikut:
Pasal 23 Ayat 1, Pasal 24 Ayat 2, Pasal 28h Ayat 1, Pasal 31,32,33 dll.

Pertanyaannya kenapa Ekonomi Neo Liberalisme bertentangan dengan Ekonomi Konstitusi?

Jawabnya: Ekonomi yang seharusnya bertanggung jawab atas hajat hidup orang banyak (sesuai konstitusi bangsa indonesia) harus rontok akibat privatisasi dan meliberalkan semua sendi-sendi negara sehingganya GAGAL-nya Negara untuk mempertahankan harkat dan martabat bangsa pun tak terelakan.
Butuh kiranya restorasi sesegera mungkin dalam sendi-sendi ekonomi bangsa demi kedaulatan yang sesungguhnya.

Sumber: Paper dan wawancara Ichsanuddin Noorsy

Minggu, 20 April 2014

Lirik Sholawat Ya Thoybah dan Terjemahannya

يَا طَيْبَةْ
يَا طَيْبَة يَا طَيْبَة يَا دَوَالْعيَا نَا
اِشْتَقْنَا لِكْ وَالْهَوَى نَدَانَا، وَالْهَوَى نَدَانَا

يَا عَلِىَّ ابْنَ اَ بِى طَا لِبْ
مِنْكُمُ مَصْدَرُ المَوَا هِبْ
يَا تُرَ ى هَلْ ءُرَى لِى حَاجِبْ
عِنْدُكُمْ اَفضَلُل الغِلمَاَنَ اَفضَلُل الغِلمَاَ نَ

اَسْيَادِي الْحَسَنْ وَالحُسيْنِ
اِلَى النَّبِيِ قُرَّ ةْ عَيْنِ
يَا شَبَا بَ الجَنَّتَيْنِ
جَدُّكُمْ صَا حِبُ القُرْ آنَ  صَا حِبُ القُرْ آنَ



SANG PENAWAR

Wahai sang penawar derita
kami merindukanmu
wahai sang penawar

Wahai Ali putera Abi Tholib
darimulah sumber keutamaan
aduhai,mungkinkah aku,(mendapatkan petunjukmu)
sementara tirai menghalangiku
sedang disisimulah sebaik-baik tempat pengabdian

Wahai Al-Hasan dan Al-Husain
Cahaya mata Rasul Alloh
Wahai penghulu pemuda sorga
kakekmu penyampai firman Alloh,Al-qur'an

Jumat, 06 Desember 2013

Alhamdulilah By. Maher Zain



I was so far from you
Yet to me you were always so close
I wandered lost in the dark
I closed my eyes toward the signs
You put in my way
I walked everyday
Further and further away from you
Ooooo Allah, you brought me home
I thank You with every breath I take.Alhamdulillah, Elhamdulillah
All praises to Allah, All praises to Allah
Alhamdulillah, Elhamdulillah
All praises to Allah, All praises to Allah.
 ***
I never thought about
All the things you have given to me
I never thanked you once
I was too proud to see the truth
And prostrate to you
Until I took the first step
And that’s when you opened the doors for me
Now Allah, I realized what I was missing
By being far from you.
***
Alhamdulillah, Elhamdulillah
All praises to Allah, All praises to Allah
Alhamdulillah, Elhamdulillah
All praises to Allah, All praises to Allah.
***
Allah, I wanna thank You
I wanna thank you for all the things that you’ve done
You’ve done for me through all my years I’ve been lost
You guided me from all the ways that were wrong
And did you give me hope
 ***
O Allah, I wanna thank you
I wanna thank You for all the things that you’ve done
You’ve done for me through all my years I’ve been lost
You guided me from all the ways that were wrong
I wanna thank You for bringing me home
***
Alhamdulillah, Elhamdulillah
All praises to Allah, All praises to Allah
Alhamdulillah, Elhamdulillah
All praises to Allah, All praises to Allah.