Selasa, 27 Mei 2014

KEMERDEKAAN MASIH DIKEBIRI

Oleh: Al Dhy Mokoginta

Sejak kebangkitan tahun 1908, awal gerakan restorasi pemuda Indonesia menyulut api semangat dan cita-cita mulia yaitu memperbaiki bangsa yang dipecundangi selama ratusan tahun oleh kolonialis serta imprealisme menuju bangsa yang bermartabat, berdaulat, adil dan merdeka. Tentunya untuk memantik semangat kaum yang sedang terjajah bukan perkara yang enteng, mulai dari menyebarkan dan melaksanakan ideologi serta strategi revolusioner guna mengulingkan rezim yang berkuasa. Alhamdulilah, dalam posisi yang terdesak rakyat dan para pemuda Indonesia khususnya bangkit dengan tujuan yang umumnya sama yaitu berijitihad melepaskan diri daripada perbudakan ditanah sendiri. Wacana revolusioner pun terus menerus bergelinding dimana-mana, sehingganya kemerdekaan pun meletup dalam skala yang kecil secara gradual diberbagai daerah nusantara.
Rekam jejak kebangkitan nasional boleh jadi menampung sketsa perjuangan para pejuang khususnya para pemuda negeri yang memberontak terhadap imprealis dan kolonialis dimasa itu. Boleh jadi sampai saat ini perjuangan masih berlanjut, mengingat makna UUD yang hanya “mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Setelah perjuangan yang begitu panjang diperjuangan demi satu kata “merdeka” Apakah masih relevan kita bertanya tentang sudah makmurkah rakyat saat ini? Tentu “kemakmuran” masih sangat jauh dari harapan rakyat masa kini yang “mau tak mau” harus mawarisi hutang luar negeri yang makin menggunung serta non integritas yang merong-rong para elit berdasi. Alhasil kenyamanan bernegara dinegeri sendiri kian tidak terasa. Padahal Negara dibayar  guna melindungi 3 hal penting yaitu: 1. Nyawa Rakyat, 2. Martabat Rakyat, 3. Harta benda rakyat. Namun, apakah ketiga poin diatas sudah diselesaikan pemerintah selama sepuluh tahun terakhir? Atau setidaknya salah satunya sudah mampu di tuntaskan oleh rezim yang berkuasa? jawabannya Cuma satu “Tidak sama sekali”. Dengan begitu banyaknya nyawa rakyat yang hilang akibat kekerasan tak berdasar yang dilakukan aparat negara, seperti misalnya: masih rutinnya kegiatan pemukulan terhadap mahasiswa yang hampir dipastikan memakan korban, kemudian pemukulan terhadap warga pelosok negeri akibat mempertahankan lahannya guna tidak diperkosa oleh industri asing dll, hingga merambat pada terkoyaknya martabat rakyatnya dan sekaligus merepresentasikan neokolonialisme.
            Beberapa bahasan diawal tulisan ini sempat saya kemukakan tentang hutang luar negeri yang kian menggunung akibat tidak ada kesungguhan dari kalangan pemerintah elit berdasi. Saya kira Perlu ditelisik lebih jauh bahwa polarisasi nilai tukar antara Rupiah dan Dollar saja semakin memperlihatkan angka yang signifikan yaitu Rp 11.506 per dolar AS. Mengingat diawal tahun Bank Indonesia (BI) mencatat total utang luar negeri Indonesia per Januari 2014 mencapai USD269,27 miliar atau Rp3.042,751 triliun jika mengacu kurs Rupiah sebesar Rp11.300 per USD. Besaran utang tersebut naik sekira USD5,21 miliar atau 1,97 persen dari jumlah utang bulan sebelumnya yang tercatat berada pada USD264,06 miliar. Dikutip dari situs BI, Rabu (19/3/2014), utang luar negeri Indonesia terbesar masih berasal dari sektor swasta yang mencapai USD141,35 miliar, yang terdiri dari utang pihak perbankan sebesar USD23,96 miliar dan nonbank mencapai USD117,39 miliar. Tak hanya itu, Indonesia yang memiliki lebih dari 140 BUMN sebagai lokomotif utama ekonominya, tetapi sebagian besar BUMN belum memiliki peran strategis bagi perekonomian negara. Bahkan BUMN yang harusnya mendongkrak apabila terjadi kesenjangan disektor pasar global, dapat kata belum ada hasil yang memparlihatkan masifnya BUMN, sehingganya muncul pertanyaan, Apakah BUMN masih dikelola negara atau tidak? Kalau tidak dikelola oleh negara, lantas sikap apa yang diambil oleh bapak bangsa guna memparjuangkan harta negara? Apakah sepuluh tahun terakhir sudah bisa mengembalikan harta orang papua yang dirampok pihak asing? Jawabannya tentu “BULUM SAMA SEKALI”. Mengingat Pasal 33 Ayat 2 dan 3 bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” serta “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”, bahkan masih belum menemukan titik pijakan yang jelas. Lebih dari pada penyederhanaan diatas, realisasi UUD Kesejahteraan Sosial pasal 34 tentang “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”, masih menjadi mimpi belaka bagi rakyat.
Akhirnya, seiring bertambahnya umur bangsa Indonesia bukan berarti menambah kedewasaan serta mentalitas bernegara. Malah realitas yang kasat mata telah menjadi penjelas yang mendasar kenapa carut-marutnya negeri pantas memupuk pesimisme yang makin menggurita dikalangan kaum terkalahkan (fakir miskin). Sehingganya butuh restorasi yang sifatnya segera guna menanggulangi kehancuran masyarakat-westruckness, demikian meminjam term Ali Syari’ati.
Dengan sekian banyak polemik yang melilit negeri, kiranya butuh jawaban yang tepat guna memperbaiki wajah bangsa Indonesia, dan itu tentu bukan dengan melakukan tindakan kontraproduktif yang malah akan menjerumuskan bangsa dalam jurang kehancuran seperti contoh: Pendirian OPM, GAM, serta Khilafah yang netto akan mengerucut pada bubarnya negara Indonesia. Tentunya hal itu bukan bukan tujuan pendirian awal Indonesia. Tiba saatnya kaum muda merajut kembali keindahan bernegara, dan hal itu dimulai dengan bertanya: Apakah kita sebagai rakyat Indonesia masih pantas bersikap apatis? Akankah kita hanya menjadi penonton ketika kemanusiaan menjadi barang langka? Apabila hutan sudah habis dirampok, laut sudah habis dijarah, isi bumi sudah kering karena eksploitasi tanpa henti, baru bisa pemuda Indonesia mengadakan perlawanan? Tentu hal itu menjadi pertanyaan besar untuk dijawab pemuda Indonesia secara holistik (utuh).
Demikian tulisan ini bukan sebagai jawaban, namun lebih menyerupai pertanyaan besar bagi rakyat dan pemuda Indonesia khususnya, sebelum ia menjawab tantangan zaman dimasanya. Jazakumullah khairan katsiran.
Billahit tawfiq wal hidayah
Wassalamu`alaikum Wr.Wb


                                                                  Gorontalo, 08 Mei 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar