Selasa, 27 Mei 2014

NEO-LIBERALISME vs EKONOMI KONSTITUSI

 Oleh: Al Dhy Mokoginta

Mekanisme pasar adalah sebuah representasi daripada Neo-Liberalisme, Neo-Liberalisme sendiri kaya akan 4 hal yaitu:
1) Mekanisme Pasar yang bekerja, point dari mekanisme pasar dimana yang pertama, negara tidak bisa mengintervensi pasar, walaupun krisis didepan mata. yang kedua, dengan diserahkan sepenuhnya kepada pasar maka pasarpun tidak ada hubungan lagi dengan hajat hidup orang banyak. yang ketiga tidak ada urusan dengan barang-barang publik dan jasa publik.
2) Kepemilikan privat.
3) Kekuatan Korporasi, yang sesungguhnya korporasi bisa menjadi pesaing pemerintah sekaligus menjadi nepotismenya pemerintah atau kolusinya pemerintah. Dan biasanya korporasi menjadi sosok yang paling lemah dalam meminta perlindungan pemerintah seperti contoh krisis 2008. DAN TAK SATUPUN KORPORASI DIDUNIA MANAPUN YANG TIDAK MEMINTA PERLINDUNGAN PEMERINTAH.
4) Keuntungan segala-galannya/Profit adalah Tuhan.

Sedangkan Ekonomi Konstitusi tidak demikian, ekonomi konstitusi mengandalkan basis perekonomian didasarkan pada harkat martabat bangsa sehingganya parameter kesejahteraan tidak diambil dari perspektif kuantifikasi tapi perspektif kualitatif.
Kalau perspektif kualitatif tentu tolak ukur bangsa lain tidak bisa diterapkan pada bangsa kita (Indonesia).
Yang kemudian bertentangan dengan UUD berikut:
Pasal 23 Ayat 1, Pasal 24 Ayat 2, Pasal 28h Ayat 1, Pasal 31,32,33 dll.

Pertanyaannya kenapa Ekonomi Neo Liberalisme bertentangan dengan Ekonomi Konstitusi?

Jawabnya: Ekonomi yang seharusnya bertanggung jawab atas hajat hidup orang banyak (sesuai konstitusi bangsa indonesia) harus rontok akibat privatisasi dan meliberalkan semua sendi-sendi negara sehingganya GAGAL-nya Negara untuk mempertahankan harkat dan martabat bangsa pun tak terelakan.
Butuh kiranya restorasi sesegera mungkin dalam sendi-sendi ekonomi bangsa demi kedaulatan yang sesungguhnya.

Sumber: Paper dan wawancara Ichsanuddin Noorsy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar